Beranda | Artikel
Hukum Shalat Berjamaah ke Masjid di Masa New Normal, Apakah Harus?
Kamis, 4 Juni 2020

Apakah tetap harus ke masjid untuk shalat berjamaah di masa “new normal”?

Hukum shalat berjamaah di masjid adalah wajib menurut pendapat terkuat. Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْتَطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ

Demi jiwaku yang ada pada tangan-Nya, aku telah bermaksud memerintahkan untuk mengambilkan kayu bakar, lalu dikumpulkan, kemudian aku memerintahkan azan shalat untuk dikumandangkan. Lalu aku memerintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang berjama’ah, kemudian aku mendatangi orang-orang yang tidak shalat berjama’ah lalu aku membakar rumah mereka.” (HR. Bukhari, no. 644 dan Muslim, no. 651)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَتَى النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – رَجُلٌ أعْمَى ، فقَالَ : يا رَسُولَ اللهِ ، لَيسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إلى الْمَسْجِدِ ، فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّي فِي بَيْتِهِ ، فَرَخَّصَ لَهُ ، فَلَّمَا وَلَّى دَعَاهُ ، فَقَالَ لَهُ : (( هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟ )) قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : (( فَأجِبْ ))

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503)

Dari ‘Abdullah–ada yang mengatakan, “Amr bin Qais–yang dikenal sebagai Ibnu Ummi Maktum sang muazin radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللهِ ، إنَّ المَدينَةَ كَثِيْرَةُ الهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ . فَقَالَ رَسُول اللهِ – صلى الله عليه وسلم – : (( تَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلاةِ حَيَّ عَلَى الفَلاحِ ، فَحَيَّهلاً

Wahai Rasulullah, sesungguhnya di Madinah banyak terdapat singa dan binatang buas.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau mendengar hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal falah? Maka penuhilah.’” (HR. Abu Daud, no. 553; An-Nasa’i, no. 852. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih). Hayyahalaa dalam hadits maksudnya adalah penuhilah. Hayyahalaa adalah bentuk isim fi’il amr.

Fatwa dari Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad Tentang Perihal Shalat Berjamaah di Masjid Saat New Normal

Intinya, dalam kondisi pandemi seperti ini, walaupun di satu sisi rasa takutnya tidak sedahsyat saat peperangan, akan tetapi di sisi lain bahaya ini lebih sulit dihindari daripada serangan musuh di medan perang. Karena musuh di medan perang dapat dilihat dan dihindari, sedangkan virus corona tidak dapat dilihat. Fakta bahwa penderita COVID-19 yang tidak menampakkan gejala (OTG) jumlahnya sekitar 80% dan sifat virus sangat-sangat mudah menular, ditambah dengan masih banyaknya masyarakat yang kurang disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan; menjadikan penyakit yang mematikan ini semakin berbahaya dan sulit dihindari.

Kemudian, musuh di medan perang hanya membahayakan mereka yang berada di medan perang, sedangkan virus corona dapat menyerang siapa saja termasuk yang berada di rumah, bila ada penghuni rumah yang sering keluar dan tertular lalu tidak menjaga kebersihan ketika masuk rumah, maka keluarganya dapat ikut tertular. Ini juga menjadi fakta yang tidak dapat kita abaikan, bahkan sudah banyak tenaga medis yang menulari keluarganya tanpa disengaja.

Apalagi di daerah yang fasilitas kesehatan dan tenaga medisnya sangat terbatas, atau bahkan sudah kewalahan dalam menghadapi banyaknya korban COVID-19, maka penerapan “new normal‟ di daerah tersebut justru semakin meningkatkan resiko tertular. Lain halnya dengan daerah yang sudah melewati puncak pandemi dan fasilitas serta tenaga medisnya lebih memadai, sehingga bahayanya lebih kecil.

Tentunya, semua fakta di atas menjadikan bahaya COVID-19 tidak boleh kita pandang sebelah mata, lalu mewajibkan muslimin untuk kembali meramaikan masjid dengan alasan bahwa shalat berjamaah hukumnya wajib. Padahal menurut para ahli, kondisi “new normal‟ ini justru sangat berpotensi menimbulkan gelombang kedua yang diprediksi akan memakan lebih banyak korban jiwa.

Kesimpulannya, bila ada sebagian kalangan yang belum berani shalat berjamaah di masjid walaupun setelah dibuka kembali, maka ia masih mendapat udzur secara syar’i. Dalam kondisi ini, berlaku kaedah,

دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصْلَحَةِ

“Mencegah kerusakan lebih diprioritaskan dibanding mendatangkan kemaslahatan baru.” (Fatwa Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad, No: 030/DFPA/X/1441 Tentang Panduan Ibadah Di Masjid Di Masa New Normal)

 

Sumber fatwa : Fatwa Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad no. 030/ DFPA/ X/ 1444

 

Semoga bermanfaat.

Baca Juga: Solusi Shalat Jumat di Masa “New Normal” Hingga Jumatan Gelombang Kedua


 

Diselesaikan di Darush Sholihin, Kamis sore, 12 Syawal 1441 H, 4 Juni 2020

Oleh: Al-Faqir Ilallah, Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Tonton video motion graphic mengenai “HUKUM SHALAT BERJAMAAH SAAT NEW NORMAL”:

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/24691-hukum-shalat-berjamaah-ke-masjid-di-masa-new-normal-apakah-harus.html